– Tindakan Daud saat ia ingin mengetahui seberapa luas & hebat kekuasaan yang dimilikinya (21:1-6) dinilai Tuhan sebagai kejahatan serius (8). Kesombongan & kebanggaan diri yang berlebihan sering kali menjadi pintu masuk yang efektif bagi Si Jahat untuk menjatuhkan orang-orang percaya. Demikian yang terjadi pada Daud.
– Sebagai konsekuensinya, Daud & seluruh orang Israel harus menerima hukuman Allah, yaitu penyakit sampar yang memakan korban 70 ribu orang (7-17). Dalam hal ini, Daud belajar bahwa kesalahan kecil yang dilakukannya dapat berakibat fatal bagi rakyat Israel. Satu-satunya cara untuk menghentikan murka Allah, yaitu dengan pertobatan & mengakui kesalahannya. Di sinilah Daud semakin memahami karakter Allah, Allah yang MahaSuci, tetapi juga Maha Pengampun.
– Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Yang terpenting adalah bertobat dari kesalahan itu & berhenti mengulanginya. Akuilah sgala kesalahan kita & Tuhan akan mengampuni kita. Tetapi, bukan berarti kita lalu bebas dari konsekuensi dosa yang harus kita tanggung. Setiap dosa tetap ada konsekuensinya & butuh waktu untuk menghapus aib agar kita dapat dipercayai lagi. Karena itu, jagalah kesucian hidup supaya hidup kita selalu diperkenan oleh Allah.
– Daud harus menerima konsekuensi dari perbuatannya, & harus memilih satu dari tiga malapetaka yang nyaris sama berat. 3 tahun kelaparan, 3 bulan masa pelarian, atau wabah penyakit sampar di negerinya(12). Menyadari kesalahannya, menghadapi pilihan yang berat & membingungkan itu, Daud memilih untuk menyerahkan keputusannya kepada Sang Pemberi hukuman. Bagi Daud, mnghadapi malapetaka itu bersama Tuhan menjadi pilihannya ketimbang jatuh ke tangan manusia (13).
– Keputusan Daud yang tak mudah ini bukan diperoleh dari hasil pemikiran sesaat, namun merupakan buah pengalamannya berjalan bersama Allah dalam tahun-tahun kehidupannya. Setelah semua hal baik & buruk yang dialaminya, ia pun memiliki keberanian untuk tetap memilih & mengandalkan Allah dalam situasi yang sulit. Ia tak khawatir akan malapetaka karena tahu bahwa Yang Mahakuasa tetap menggenggam tangannya bahkan saat ia jatuh.
– Perjalanan Daud bersama Allah tak hanya membuatnya mampu menentukan pilihan yang tepat, namun juga membawanya kepada Pribadi yang tepat.
– Daud mempunyai keinginan untuk membangun Bait Allah, tetapi, Allah tidak mengizinkannya. Allah ingin Salomo, anaknya, yang membangun Bait tersebut.
– Sekalipun tidak diizinkan membangun Bait Allah, Daud taat kepada Allah & tidak berpangku tangan saja. Ia mulai membuat berbagai persiapan untuk membantu Salomo membangun Bait Allah. Kita bisa melihat bahwa Daud amat bersungguh-bersungguh dalam mempersiapkan pembangunan Bait Allah. Dalam pikiran Daud saat itu adalah bagaimana caranya supaya Salomo tidak kesulitan mendirikan Bait Suci. Suatu pemikiran yang mulia dan patut kita contoh. Sebelum meninggalkan Salomo, Daud telah mempersiapkan bekal yang baik kepada Salomo.
– Belajar dari Daud bagaimana mempersiapkan generasi berikutnya, bagaimana kita akan memberikan bekal kepada anak-anak kita supaya mereka dapat melakukan kehendak Allah & menyelesaikannya dengan baik. Bekal harta saja tidaklah cukup! Kita harus memberikan bekal bagaimana caranya supaya harta itu dikelola dengan bijak & digunakan untuk kemuliaan Allah.
Harta warisan kita yang paling berharga untuk anak-anak kita adalah teladan baik & Iman kita.