Amsal 9-10
– Sepanjang kehidupan kita terus harus memilih, memilih cara hidup, cara berpikir, cara bersikap, cara bertindak, dan sebagainya. Ada 2 pilihan utama menurut penulis Amsal, yaitu berupaya menjadi orang yang berhikmat atau membiarkan diri menjadi orang bebal.
– Bagi yang memilih untuk menerima undangan hikmat, maka hidupnya akan diberkati sedangkan bagi yang lebih memilih undangan kebodohan akan menanggung sendiri segala akibatnya. Mana yang kita pilih akan sangat menentukan masa depan kita.
– Berhati-hatilah sebab kebodohan juga bisa membuat undangan yang tak kalah menariknya. Buatlah pilihan yang tepat dengan hanya memilih undangan Sang Hikmat dan menolak undangan kebodohan.
– Hikmat ilahi untuk membedakan hikmat dunia hanya bisa kita peroleh apabila kita memiliki sikap hati yang takut akan Tuhan (9:10).
– Penulis Amsal menegaskan pentingnya mengajarkan kebijaksanaan kepada anak, supaya tidak mendatangkan kedukaan bagi orang tuanya. Juga bagaimana mengelola harta yang Tuhan percayakan kepada kita, serta pentingnya mengutamakan kebenaran & kerajinan untuk mengelolanya. Juga relasi kita dengan sesama, di mana penulis Amsal menegaskan pentingnya menjaga hati & perkataan dalam perbuatan.
– Penulis Amsal menarik garis yang tegas antara hidup di dalam Tuhan Allah dengan hidup yang tidak menuankan Allah yang benar. Ketika sumber & pusat kehidupan digeser dari Allah yang sejati, di sana kita akan jatuh pada kefasikan.
– Menjalani hidup sebagai orang Kristen, terlebih untuk menjaga hidup supaya tetap berkenan kepada Tuhan tidaklah mudah, dengan meremehkan firman Tuhan & tidak menjadi pelakunya, maka kehidupan kita tidak ada bedanya dengan orang fasik.
– Fakta berbicara bahwa banyak terjadi ketidakstabilan dan kurang pertanggunganjawab atas kehidupan anak-anak Tuhan di segala hal; salah satu contoh kecil yang menunjukkan bahwa banyak orang Kristen masih berada dalam tingkatan rohani kanak-kanak adalah dalam hal ucapan, di mana sering dijumpai orang Kristen yang suka menggemakan kata-kata yang sia-sia.
– Penulis amsal sendiri menyatakan bahwa ‘Di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran, tetapi siapa yang menahan bibirnya, berakal budi.” (10:19).
– Dalam kehidupan, seringkali kita tidak dapat menahan ucapan. Kita mudah terjerumus ke dalam percakapan yang jahat & gosip, & melalui ucapan sering kita punya kecenderungan menyombongkan diri, menyudutkan, menjatuhkan bahkan melukai perasaan orang lain tanpa kita sadari. Kita juga terjerat untuk berkata-kata bohong, kotor atau sembrono, mengumpat/mendamprat orang & masih banyak lagi.
– Dari sikap hidup & ucapan yang menggema dari mulut kita sehari-hari, dapatlah diukur sampai di mana kadar kekristenan kita, apakah kita murid Kristus yang sungguh-sungguh memperhatikan firman Tuhan di segala aspek kehidupan kita atau hanya sekedar saja.
– Alkitab menyatakan dengan tegas: “Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak dapat mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya”; disebutkan pula bahwa setiap kata sia-sia yang kita ucapkan akan kita pertanggungjawabkan kelak di hadapan Tuhan.
– Jagalah & biarlah ucapan kita senantiasa sesuai dengan firman Tuhan & dapat memuliakan namaNya!