– Seorang raja akan berjuang keras mempertahankan kerajaan yang dipimpinnya. Untuk itu, ia tidak dapat berjuang seorang diri. Ia memerlukan kepercayaan dari rakyatnya & orang-orang yang dapat menjadi penasihatnya dalam mengambil keputusan, tetapi keputusan akhir tetap ditangan sang raja berdasarkan apa yang ada di dalam hatinya (3).
– Jika ingin kerajaannya kokoh, seorang raja tidak perlu sungkan “menyaring” orang-orang di sekitarnya (4-5). Ia tidak membutuhkan orang yang sombong (6). Raja hanya memerlukan orang yang rendah hati yang tidak bermuka dua, kepada merekalah kehormatan diberikan.
– Kerajaan akan terasa damai, apabila orang-orang di dalamnya adalah mereka yang tahu bagaimana menyelesaikan perselisihan yang timbul, tidak langsung memperkarakan perselisihan tersebut & tidak lagi mengungkitnya atau pun menjelek-jelekan orang lain (8-10).
– Alangkah indahnya apabila setiap orang di dalam kerajaan dapat menjaga perkataan mereka. Tahu kapan harus berkata-kata, sehingga setiap perkataan yang keluar dari mulut merupakan perkataan yang manis untuk didengar oleh orang lain (11-12).
– Menurut Salomo, perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya & yang disampaikan dengan baik bagaikan buah apel emas di pinggan perak—indah, berharga, dan disusun dengan saksama. Mengetahui waktu yang tepat untuk berbicara akan memberi manfaat bagi pembicara maupun pendengarnya, entah perkataan itu tanda kasih, penguatan, atau teguran.
– Sering kali sulit mengetahui apa yang harus kita katakan & kapan waktu yang tepat untuk mengatakannya. Mintalah Roh Kudus untuk menolong kita agar bertindak bijaksana & dapat mengucapkan kata-kata yang tepat pada waktu yang tepat, & dengan cara yang benar, demi kebaikan sesama dan demi kemuliaan-Nya.
– Kita semua merupakan umat Allah, warga kerajaan sorga & Allah adalah Raja semesta alam kita. Dia tidak memerlukan semua untuk mendapatkan kemuliaan dan membuat kerajaanNya kokoh. Yang Dia rindukan adalah setiap anak-anak-Nya adalah pembawa damai di lingkungan sekitarnya, baik dalam ucapan & perbuatan.
– Marilah setiap anggota kerajaan Allah bersikap seperti Kristus. Karena kita merupakan duta Kristus dan Kerajaan Allah di dunia untuk menebarkan cinta kasih dan terang Allah.
– Penulis amsal memberikan gambaran mengenai seseorang yang tidak pernah mau berubah melalui proses belajar. Orang seperti ini disebut sebagai seorang bebal dan pemalas.
– Dengan kebebalannya, mereka tidak menghasilkan hal positif apapun, selain hal yang negatif (6-9). Bentuk kepercayaan apapun yang diberikan kepada orang bebal dapat berakibat fatal bagi orang yang memercayakan (10). Selain itu ia akan kembali mengulangi kesalahannya(11).
– Sedangkan seorang pemalas menurut pengamsal kurang lebih sama dengan orang bebal. Mereka melihat masalah tetapi tidak berusaha menyelesaikannya (13), malahan berputar-putar pada masalah yang sama & tidak mau beranjak dari tempatnya(14).
– Seorang bebal & pemalas memiliki ciri khas yang sama, yaitu mereka merasa lebih bijak daripada orang lain (12,16).
– Ada kalanya kita merasa lebih bijak daripada orang lain. Tanpa disadari, kita justru berperilaku seperti orang bebal. Disini kita melihat bahwa orang bijak bukanlah orang yang menganggap dirinya bijak, tetapi orang yang mau belajar dari kesalahan & tidak mengulanginya. Dengan demikian, ia menjadi orang yang dapat dipercaya & dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik.
– Sejauh mana kita dapat dipercaya orang lain dan hal itu menjadi penentu apakah kita bebal atau tidak. Marilah kita belajar menjadi bijak, dalam pikiran, perkataan & perbuatan.