– Dalam Ratapan 1, Yeremia melukiskan adanya kesunyian yang mencekam karena suasana duka. Kejayaan negeri yang dulunya dikenal & dihormati bangsa-bangsa hanya tinggal puing-puing penderitaan, kelaparan & kematian, kota Yerusalem & Bait Allah hancur, raja-raja & para pangeran dibunuh & ditawan, serta umatnya mengalami penghinaan dari para musuhnya.
– Dalam ratapan Yeremia, kita belajar bahwa kejayaan itu tidak kekal. Ada saatnya semuanya hancur dan yang tersisa hanyalah kepedihan yang mendalam. Hanya Tuhanlah yang kekal. Karena itu, marilah kita letakkan hidup kita dalam tangan Tuhan & bertekad tidak mengandalkan manusia, harta, kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan yang kita miliki.
– Hiduplah senantiasa dalam persekutuan yang intim denganNya & berani membuka diri untuk dikoreksi oleh Tuhan.
– Semua penderitaan & kehancuran bangsa Yehuda harus terjadi karena dosa yang telah dilakukan mereka (8). Mereka telah memberontak terhadap Tuhan dan kebenaranNya (2:18,20). Para pemimpin mereka menjalankan pemerintahan secara tidak bertanggung jawab. Apa yang terjadi pada Yerusalem begitu mengenaskan sehingga respons yang tersisa dari penduduknya hanyalah berkabung tanpa dapat berkata-kata (10), termasuk untuk menjawab rengekan anak-anak mereka yang meminta makanan (12). Tidak seorang pun dapat menghibur Yerusalem.
– Namun Ratapan 2 ini tidak ditutup dengan perasaan putus asa yang berujung pada ‘bunuh diri’ atau perbuatan nekad lainnya. Peratap tetap optimis & mengajak bangsanya untuk membuka diri kepada Allah dengan tangis penyesalan yang mendalam sambil berharap pada belas kasih Allah (18-22).
– Inilah seruan iman bahwa Allah tetap mengasihi mereka. Allah memang telah bertindak keras, tetapi IA tidak pernah menyangkal kasih setia-Nya.
– Pengharapan yang diungkap si peratap terjawab tuntas dalam kematian & kebangkitan Kristus. Murka Allah yang dicurahkan, telah ditanggung Kristus di salib. Kita yang percaya beroleh pengampunan & pemulihan! Bersyukurlah untuk salib Tuhan Yesus bagi kita.