– Hari Sabat ialah hari perhentian, namun Tuhan memberikan hari Sabat bukan untuk membebani manusia dengan segala peraturan kaku yang mengikat, seperti yang dilakukan orang-orang Farisi.
– Bagi Tuhan Yesus, jika aturan atau hukum tidak mencerminkan kasih, percuma saja. Hukum janganlah menjadi kekuatan manusia untuk menghancurkan sesamanya. Sehingga yang salah dapat dibenarkan & yang benar dapat disalahkan. Bagi Yesus, manusia tidak boleh dikorbankan hanya demi sebuah aturan.
– Hari Sabat diberikan Allah sebagai waktu bagi kita untuk istirahat agar manusia bisa memulihkan kembali kondisi fisik, mental dan spiritualnya dengan menjalin hubungan yang erat denganNya lewat ibadah yang tulus, bukan karena paksaan atau aturan yg mengikat.
– Jadi, hari Sabat bukan hari yang memaksa, menekan & mengikat aktivitas kita, tetapi lebih mengarah untuk kesegaran kembali fisik, mental dan spiritual kita.
– Setelah konflik mengenai Sabat dengan orang Farisi, pertentangan antara Yesus dengan orang Farisi makin besar. Dengan tuduhan yang sama, bahwa Yesus berusaha merombak tradisi Taurat, mereka berusaha menjerat Yesus. Betapa jahatnya hati para pemimpin agama ini. Mereka tidak lagi peduli mana benar mana salah. Mereka hanya mau diri mereka yang menang.
– Inilah hal yang sampai sekarang terjadi juga di dalam gereja. Kita tidak peduli mana yang benar. Kita hanya mau dianggap benar apa pun alasannya. Kita tidak peduli pendapat orang lain, kita hanya ingin memenangkan perdebatan. Kita tidak peduli kebenaran. Kita hanya tahu: “pendapatku!”
– Tuhan Yesus sangat marah kepada orang-orang Farisi yang munafik. Pura-pura bertanya padahal ingin menjebak. Tuhan Yesus menjelaskan bahwa belas kasihan adalah inti dari perintah Tuhan bagi umatNya. Mengasihi Tuhan harus selalu berdampak di dalam hati yang memiliki belas kasihan.
– Tuhan memberikan hukum-Nya agar manusia mengasihi Allah dan setia kepada kebenaran dan kekudusan Allah. Kebenaran dan kekudusan Allah berarti bertindak sesuai dengan apa yang menjadi rencana dan kedaulatan Allah.
– Tugas kita bukan untuk mempertanyakan kedaulatan Allah yang melampaui bijaksana dan pengertian kita, tetapi dengan peka memberikan belas kasihan kepada siapa yang Allah berikan belas kasihan, dan keras kepada siapa yang Allah sedang berikan hukuman.
– Allah mengasihani orang-orang lemah. Allah mengasihani pelacur, penipu, pemungut cukai, orang kusta, dan semua orang-orang hina lainnya yang sudah terlalu lama dicibir oleh orang-orang Farisi yang dengan kaku melihat peraturan & gagal melihat Allah yang menetapkan peraturan itu.
– Kiranya Tuhan memberikan kepada kita hati yang bisa berbelas kasihan. Banyak sekali orang-orang yang menyadari kerusakan dunia berusaha memelihara hidup yang steril dari dunia. Mereka lupa bahwa yang perlu disterilkan bukan saja dunia, tetapi hati mereka sendiri. Kiranya segala kesombongan hati kita semua hancur & lenyap ketika kita merenungkan tentang Yesus.
– Yesus adalah hamba Allah yang mencari tempat yang paling rendah untuk mengangkat kita di tempat itu dan memberikan kita tempat-Nya yang mulia. Yesus adalah hamba Allah yang menyerukan kebenaran firman Allah, tetapi tidak pernah menyerukan apa pun untuk membesarkan diriNya. Yesus adalah hamba Allah yang berbelas kasihan kepada orang-orang yang patah & hancur (20). Orang-orang yang dianggap sampah masyarakat oleh dunia tidak dihakimi Yesus. Dia membalut mereka. Dia tidak menghukum mereka. Dia menerima hukuman salib bagi mereka. Dari Kristuslah semua bangsa dapat berharap.
– Bagi orang yang berharap pengampunan, yang hancur hatinya karena kebobrokan dan kejahatan hatinya, yang memohon pengampunan, datanglah ke kaki salib & datanglah kepada Yesus. Dia tidak akan membuang kita. Dia akan mengangkat kita ke dalam kemuliaanNya.
– Tetapi setelah kita diangkat-Nya, jangan lupa untuk mengangkat orang lain. Jangan lupa kepada buluh-buluh terkulai yang hampir patah di sekeliling kita. Mereka juga perlu pengharapan. Mereka perlu Yesus Kristus. Mereka tidak perlu kesombongan kita yang mau mengucilkan mereka jauh dari diri kita & keluarga kita. Mereka perlu Yesus sama seperti kita juga perlu Yesus. Biarlah belas kasihan Yesus tercermin dengan sempurna di dalam hidup kita.
– Yesus mengingatkan bahwa tutur kata bukan hal yang harus dianggap remeh. Sebab dari hati yang jahat keluar ucapan yang jahat pula. Yesus hendak menunjukkan bahwa kata-kata orang Farisi mencerminkan kualitas diri mereka. Mereka memfitnah bahwa Yesus mengusir setan dengan kuasa penghulu setan. Upaya itu mereka lakukan karena iri & ingin membuat pekerjaan dan pelayanan Yesus tidak legal di mata masyarakat Yahudi. Jadi, mereka hanya mengeluarkan kata yang sia-sia, tidak membangun, dan tanpa makna. Hal itu tidak ada gunanya. Ibarat sebuah pohon yang menghasilkan buah yang tidak baik pada akhirnya tidak berguna sama sekali. Teguran Yesus terhadap orang Farisi juga menjadi peringatan bagi kehidupan kita sehari-hari.
– Kata-kata adalah hal yang tidak terpisahkan dari hidup manusia. Berapa persen dari kata-kata kita berguna dan bermakna? Seberapa banyak kata yang membangun, menghibur, menyakiti, menggunjingkan, mengejek & merendahkan orang lain? Mampukah kata-kata kita membuat orang lain termotivasi dan bersemangat menjalani kehidupan?
– Seberapa besar komunikasi kita berguna, bermakna, membangun, dan menghibur dalam relasi kita dengan sesama? Kadang diam bisa menjadi pilihan terbaik. Jika harus berbicara, marilah berkata-kata dengan berkualitas. Sebab kata-kata menunjukkan kualitas hidup kita.
– Setelah Yesus melakukan mukjizat penyembuhan (13, 22-23), masih saja ada ahli Taurat dan orang Farisi yang meminta tanda dari Yesus (38). Seolah mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus belum cukup untuk membuat mereka percaya. Yesus menolak permintaan semacam ini. Tanda diberikan oleh Allah sebagai sebuah karunia, bukan sebagai jawaban bagi permintaan orang yang skeptis.
– Maka iman orang Niniwe yang bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus dan ratu dari Selatan yang percaya pada hikmat Salomo, lebih terpuji daripada iman para pemuka agama yang melihat kuasa Yesus. Padahal jelas, Yesus jauh lebih mulia dari Yunus dan Salomo. Karena itu orang yang telah bertemu dengan Yesus seharusnya tidak menolak Dia, melainkan mengambil sikap untuk percaya. Sebab jika tidak, hidupnya akan seperti dikuasai tujuh roh yang lebih jahat (44-45).
– Bicara soal iman bukan bicara mengenai sesuatu yang abstrak. Bicara tentang iman adalah bicara tentang sesuatu yang kongkret, karena iman akan nyata dengan melakukan kehendak Bapa. Bagi Yesus, yang diperkenan adalah orang yang melakukan kehendak Bapa (50). Orang yang beriman bukanlah orang yang skeptis dan terus menerus minta dipuaskan dengan berbagai pengalaman ajaib. Orang beriman adalah orang yang setelah mengalami karya Kristus, akan menyambut Dia di dalam hidupnya dan kemudian memperlihatkan hidup yang memuliakan Bapa.