– Perintah Kaisar Agustus untuk menyelenggarakan sensus membuat Yusuf & Maria pergi dari Nazaret ke kota Daud, Betlehem (1-4). Saat pasangan itu tiba di Betlehem, ternyata tiba pula waktunya bagi sang bayi dalam kandungan Maria untuk lahir(6).
– Tentu tidak mudah bagi Maria menghadapi situasi harus melahirkan di negeri yang asing & jauh dari sanak keluarga yang dapat memberikan pertolongan. Apalagi tidak adanya kamar yang tersedia bagi mereka di penginapan (7), sehingga Maria harus melahirkan di palungan.
– Sungguh ironis, Allah yang datang ke dunia untuk membebaskan para pendosa ternyata tidak mendapat tempat yang layak sebagaimana mestinya. Tempat yang tersedia bagi Dia hanyalah di kandang hewan.
– Sesungguhnya kita juga berhadapan dengan realitas yang lebih tragis. Karena 2000 tahun setelah itu pun ternyata keadaan tidak banyak berubah. Di banyak rumah, di banyak keluarga, di banyak hati, di banyak ruang kehidupan, bahkan kadang-kadang di gereja pun masih saja tidak ada tempat bagi Yesus! Meski banyak yang mengakui Yesus sebagai Tuhan & Juruselamat, Dia hanya diberi tempat yang kecil, yang terbatas. Meski menyebut diri Kristen, yang bermakna pengikut Kristus, tak sedikit yang enggan untuk memberi ruang yang layak agar Dia dapat berkuasa. Sebab itu berarti ruang untuk dirinya sendiri lebih dipersempit.
– Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita memberikan tempat yang layak bagi Kristus dalam hidup kita? Ada baiknya kita mengambil waktu memeriksa hati. Apakah hati kita sesak oleh berbagai urusan sehingga tak ada lagi ruang bagi Yesus. Atau jika ada, hati kita sudah diperuntukkan bagi hal lain. Atau, kita terlalu sibuk untuk sekadar membuka hati bagiNya.
– Mari kita belajar memperhatikan apa yang terjadi di dalam hati para gembala. Sebagai orang-orang sederhana mereka mendengar berita kelahiran Yesus yang disampaikan kepada mereka, dengan cara yang sederhana namun sangat jelas.
– Sukacita dan keyakinan besar membuat para gembala segera berangkat untuk menemui sang Juru Selamat. Tuhan pun memakai mereka untuk memberi kesaksian.
– Iman yang sederhana dan sukacita besar yang ada di dalam hati mereka itulah yang membuat mereka menanggapi dengan cepat, juga melakukan apa yang harus mereka lakukan. Dan Tuhan pun memakai mereka untuk mewartakan kabar baik.
– Bagaimana dengan kita? Jika hati seorang beriman diliputi dengan sukacita maka puji- pujian dan kesaksian akan secara otomatis mengalir dari mulutnya.
– Penantian Simeon akan Mesias memberikan hasil yang indah yang mungkin sudah lama dirindukan dalam hidupnya. Ada sukacita yang besar dalam menantikan Mesias. Rasa syukur yang mendalam juga dirasakan oleh seorang nabi perempuan yaitu Hana, seorang yang setia berdoa, berpuasa & selalu ada di Bait Allah.
– Kesetiaan kepada Allah dalam menanti & beribadah akan membuahkan hasil. Seperti Simeon & Hana, kita juga dapat menantikan masa depan yang penuh pengharapan, karena kita tahu kelak kita akan bertemu dengan Tuhan. Kehadiran Yesus Kristus mendatangkan sukacita & kebahagiaan bagi orang-orang yang sangat menantikanNya.
– Demikian juga kehadiran Tuhan Yesus Kristus bagi kita, akan membahagiakan hidup kita. Dia, Sang Juru Selamat, Tuhan & Penebus dosa kita, akan melepaskan kita dari ketakutan dan kekhawatiran. Dia juga akan mendampingi & memberikan kekuatan; tatkala kita mengalami permasalahan.
– Seperti Bapak Simeon, hidup kita akan menjadi damai. Oleh karena itulah, kita akan dapat bersaksi tentang Dia seperti Ibu Hana.
– Dalam pertumbuhanNya sebagai manusia di masa remaja, di benak Yesus membanjir banyak pertanyaan. Banyak hal membuat-Nya terpesona sekaligus membangkitkan beribu tanda tanya. Sampai terjadilah diri-Nya tinggal di Yerusalem ketika kedua orang tuanya sudah dalam perjalanan pulang ke Nazaret (43). Dia masih asyik berada di tengah diskusi para ulama mengenai Taurat Musa (46).
– Injil Lukas hendak menuturkan, begitulah caranya Dia belajar dan bertumbuh. Dengan aktif mengajukan pertanyaan. Hasilnya? Dia bertumbuh secara optimal di setiap aspek diri-Nya (52).
– Sebenarnya tidak hanya pada masa remaja, tetapi kapan saja hidup ini siap menghadirkan beribu tanda tanya di benak kita. Entah karena kesusahan, kebimbangan, kegalauan, kebingungan atau karena ketidaktahuan. Tak perlu takut atau malu untuk bertanya. Beriman tak mengharuskan kita berhenti bertanya. Malahan dengan bertanya kita terus belajar. Dan barang siapa terus belajar, ia sedang bertumbuh.