– Hukum Taurat adalah hal yang utama karena Allah yang memberikan kepada umat Israel. Namun yang diutamakan orang Farisi & ahli Taurat adalah hukum-hukum tambahan yang mereka buat sendiri untuk melengkapi hukum Taurat. Mereka menambahkan berbagai tradisi buatan nenek moyang mereka sampai kepada detailnya seperti soal membasuh tangan sebelum makan (2). Siapa yang melanggarnya akan mendapat sanksi. Maka, mereka mempertanyakan & mempersalahkan Yesus karena mengizinkan murid-murid-Nya makan tanpa mencuci tangan.
– Yesus menegur kemunafikan mereka karena mengutamakan tradisi daripada perintah Allah. Yang salah ialah demi melakukan tradisi tersebut, mereka mengizinkan seseorang boleh mengabaikan perintah Tuhan untuk menghormati & memelihara orang tuanya yang sebenarnya melanggar hukum ke-5 (4-6). Jadi, bagi mereka yang lebih utama ialah tradisi manusia daripada perintah Tuhan.
– Mereka hanya memuliakan Allah dengan mulut, tetapi hatinya jauh dari-Nya. Mereka juga lebih mementingkan hal-hal lahiriah daripada hal-hal batiniah. Bagi Yesus tidak cuci tangan tidak melanggar Taurat karena yang terpenting ialah hati kudus karena semua hal berasal dari hati. Bila hati kudus, maka pikiran, perkataan dan perbuatan yang dinyatakan juga akan kudus. Namun, bila hati jahat, semua yang dihasilkan juga jahat. Apa yang keluar dari mulut seseorang, yaitu perkataannya, memperlihatkan kondisi hatinya (17-20).
– Tradisi yang baik tetap boleh kita lakukan. Namun bila hal itu bertentangan dengan firman Tuhan, kita harus tolak. Bila kita harus memilih di antara menaati tradisi atau firman Tuhan, kita harus mengutamakan firman-Nya. Firman Tuhan merupakan dasar kehidupan, makanan rohani, pedoman, dan penuntun hidup kita.
– Persilakan Tuhan terus memperbaiki kesalahan kita & memperbarui hidup kita agar hati kita kudus sehingga terus menghasilkan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang memuliakan Tuhan & memberkati sesama. Bukan perkataan kosong yang timbul dari irihati yang bisa menjatuhkan & menjadi batu sandungan bagi orang lain.
– Karena iman, seorang ibu berani datang memohon belas-kasihan kepada Yesus, bahkan bersoal jawab dengan-Nya mengenai haknya terhadap karya Yesus. Bukan hal mudah untuk berada di depan umum bersoal jawab dengan orang terkemuka. Namun si Ibu dari Kanaan itu berani melakukannya demi anaknya. Semua dilakukannya karena imannya bahwa Yesus berkuasa menyembuhkan anakNya.
– Orang banyak yang berbondong-bondong dibawa kepada Yesus di atas bukit juga disembuhkan karena iman. Bukan perkara yang gampang untuk membawa orang lumpuh, timpang, buta, bisu & sakit penyakit lainnya ke atas sebuah bukit. Kenyataannya, mereka tetap melakukannya karena yakin bahwa Yesus berkuasa menyembuhkan mereka.
– Mereka beriman dengan aktif & tidak menunggu Yesus datang untuk menyembuhkan mereka. Mereka bergerak, mencari & mendekat kepada Yesus. Demikian seharusnya iman itu.
– Iman bukan sesuatu yang pasif, diam lalu percaya bahwa sesuatu akan terjadi. Iman itu aktif, giat bertindak demi mewujudkan hal yang diharapkan. Iman itu memohon & berusaha!
– Beriman berarti aktif bertindak. Mari kita bersyukur jika Tuhan mengizinkan adanya tantangan di tengah kehidupan kita, karena tantangan itu dapat membuat kita teruji: seberapa jauh kita beriman kepada Tuhan? Seberapa aktif kita mewujudkan iman yang konkret? Tak bisa hanya berdiam diri. Berdoa dan bertindak adalah perwujudan iman itu sendiri.
– Alkitab mencatat Yesus sering melakukan mukjizat karena terdorong belas kasihan. Dia berbelaskasihan melihat orang sakit & orang banyak yang membutuhkan keselamatan. Ketika melihat orang kelaparan (32), Dia tidak mau menyuruh mereka pulang dengan perut lapar, karena kuatir mereka pingsan di jalan. Pada urusan perut pun Yesus peduli! Dia memastikan perut 4000 orang ini kenyang, barulah mereka disuruh pulang (39).
– Saat ini, solidaritas terasa menipis di tengah masyarakat. Masihkah kita menangis atau sedih melihat kesusahan orang lain dan tergerak untuk menolongnya? Atau, kita merasa biasa saja & berlalu pergi tanpa berbuat apa-apa? Marilah berbelaskasihan seperti Yesus, bukan hanya dalam ucapan, namun dalam tindakan nyata. Jadilah perpanjangan tangan Tuhan untuk mengasihi!